Masjid Agung Sunda Kelapa terletak di pusat Jakarta bukan hanya sebuah destinasi wisata religi, tapi juga menyajikan pengalaman kuliner yang menarik. Dengan arsitektur yang unik, suasana yang nyaman, dan beragam kegiatan, serta berbagai pedagang kuliner yang beraneka ragam. Penasaran? Yuk, simak informasi lengkap mengenai Masjid Agung Sunda Kelapa.
Meskipun mungkin belum sepopuler Masjid Istiqlal, yang merupakan masjid terbesar di Jakarta dan Indonesia, namun Masjid Agung Sunda Kelapa memiliki daya tariknya sendiri yang membuatnya menarik perhatian. Banyak umat Muslim memilih masjid ini, yang terletak di pusat kota Jakarta, sebagai destinasi wisata religi.
Sebagai masjid pertama di daerah Menteng, sebuah kawasan elit di Kota Jakarta, Masjid Agung Sunda Kelapa ramai dikunjungi setiap hari oleh umat Muslim yang mencari tempat beribadah atau sekadar beristirahat sejenak di tengah hiruk pikuk kota metropolitan. Lokasinya yang dekat dengan daerah perkantoran membuatnya menjadi pilihan utama para pekerja.
Kehadiran masjid di wilayah perkantoran ini turut mendukung pertumbuhan bisnis di sekitarnya, khususnya bisnis kuliner. Pedagang kaki lima yang berjualan di halaman masjid seringkali menjadi tempat singgah bagi pekerja dan jamaah yang ingin menunaikan shalat sambil menikmati hidangan lezat saat jam makan siang atau malam.
Daerah sekitar masjid dikenal dengan ragam kuliner yang sangat beragam, sehingga populer di kalangan pencinta kuliner. Terutama pada bulan Ramadan, kawasan Masjid Agung Sunda Kelapa menjadi sibuk dengan para pedagang yang menawarkan berbagai hidangan buka puasa yang menggugah selera.
Masjid ini dibangun dengan tujuan menjalankan beberapa fungsi, termasuk sebagai tempat ibadah, pendidikan, sosial, dan perekonomian. Inilah informasi lengkap mengenai Masjid Agung Sunda Kelapa yang menarik perhatian banyak orang.
Masjid Agung Sunda Kelapa menempati lokasi yang sangat sentral di pusat kota, tepatnya di Jalan Taman Sunda Kelapa no. 16, Menteng, Jakarta Pusat. Sebagai masjid besar pertama yang dibangun di kawasan Menteng, tempat ini menjadi domisili banyak pejabat tinggi negara dan staf kedutaan negara-negara sahabat.
Dengan jarak hanya beberapa ratus meter dari Taman Menteng dan dekat dengan kawasan Taman Suropati, Masjid Agung Sunda Kelapa juga berada persis di belakang Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Lokasinya yang strategis ini juga berdekatan dengan rumah dinas Gubernur DKI Jakarta dan Wakil Presiden.
Kemudahan akses ke Masjid Agung ini membuatnya mudah dijangkau baik menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Berikut beberapa cara untuk menuju ke Masjid Agung Sunda Kelapa.
Dari Bandara, Anda dapat memasuki Tol Bandara menuju Simpang Susun Pluit, lalu melanjutkan ke tol dalam kota. Keluar di exit tol Semanggi, masuk ke Jalan Gatot Subroto, dan arahkan ke Semanggi. Ambil rute ke Sudirman, lalu setelah melewati Bundaran HI, ambil Jalan Imam Bonjol, kemudian Diponegoro, hingga mencapai Jalan Madiun dan akhirnya Jalan Taman Sunda Kelapa.
Jika Anda memilih transportasi publik, naiklah bus Damri Bandara dengan tujuan Blok M, lalu turun di Semanggi. Setelah itu, naik bus PPD 213 jurusan Grogol-Kampung Melayu atau PPD P11 jurusan Grogol-Pulo Gadung. Turun di seberang kantor Bappenas, lalu menyeberang ke Bappenas dan berjalan 100 meter ke belakang hingga sampai di masjid. Dengan petunjuk ini, perjalanan Anda ke Masjid Agung Sunda Kelapa akan lebih mudah dan nyaman.
Setelah keluar dari stasiun, cukup berjalan kaki menuju perempatan Cikini-Diponegoro-Proklamasi. Selanjutnya, naiklah bus PPD 213 dengan tujuan Grogol-Kampung Melayu atau PPD P11 jurusan Grogol-Pulo Gadung.
Turun di seberang kantor Bappenas, lalu menyeberang ke arah Bappenas dan lanjutkan perjalanan sejauh 100 meter ke belakang hingga sampai di Masjid Agung Sunda Kelapa. Dengan panduan ini, Anda dapat mencapai masjid dengan mudah dan nyaman setelah turun dari stasiun.
Jika Anda memilih commuter line, carilah KRL jurusan Jakarta Kota dan turun di Stasiun Cikini. Setelah keluar dari stasiun, Anda hanya perlu mengikuti petunjuk rute sebelumnya. Namun, jika Anda menggunakan KRL yang berhenti di Stasiun Tanah Abang, Anda dapat melanjutkan perjalanan dengan menaiki Kopaja 502 yang menuju Tanah Abang-Kampung Melayu. Dengan cara ini, Anda dapat dengan mudah mencapai Masjid Agung Sunda Kelapa setelah tiba di stasiun.
Jika Anda memilih menggunakan bus Transjakarta, pilihlah bus jurusan TU Gas. Turunlah di halte depan Bappenas, kemudian cukup berjalan kaki sekitar 100 meter ke arah belakang untuk mencapai Masjid Agung Sunda Kelapa.
Namun, perlu diingat bahwa untuk mendapatkan bus jurusan TU Gas, mungkin Anda harus terlebih dahulu menaiki bus Transjakarta dengan jurusan lain. Dengan opsi ini, Anda dapat dengan mudah mencapai masjid setelah menggunakan transportasi umum di Jakarta.
Proyek pembangunan Masjid Agung Sunda Kelapa, yang berlangsung selama sembilan tahun sejak tahun 1960-an, merupakan karya monumental dari arsitek ITB, Ir. Gustaf Abbas. Pemikiran kreatif Gustaf juga telah menciptakan Masjid Salman di Jalan Ganesha, Bandung, dekat dengan ITB.
Gustaf memperoleh dukungan kuat dari para jenderal dan pejabat tinggi yang tinggal di sekitar Menteng. Bersama-sama, mereka menyumbang dana untuk tahap awal pembangunan masjid tersebut. Meskipun menghadapi beberapa kendala, pembangunan Masjid Agung Sunda Kelapa tetap menjadi sebuah cita-cita.
Anggota MPRS waktu itu, Basjaruddin Rahman Motik, dan warganya Subhan ZE kemudian mengambil inisiatif untuk meneruskan pembangunan masjid. Tahun 1966 menjadi tonggak awal pembentukan panitia pembangunan masjid, dengan dukungan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin, Pangdam Jaya Amir Machmud, dan tokoh nasional seperti Jenderal AH Nasution.
Yayasan Islam Sunda Kelapa (YISK) kemudian terbentuk pada tahun 1966 untuk mengelola pembangunan masjid. Ali Sadikin menawarkan dua lokasi alternatif, yakni Lapangan Persija (Taman Menteng) dan Taman Sunda Kelapa. Pilihan akhir jatuh pada Taman Sunda Kelapa, dan masjid tersebut diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 31 Maret 1971, setelah selesai dibangun pada tahun 1970.
Keunikan Masjid Agung Sunda Kelapa terletak pada desainnya yang mencirikan gaya arsitektur yang berbeda dengan masjid pada umumnya. Tanpa kubah, bedug, atau simbol-simbol tradisional lainnya, masjid ini mengusung desain yang fleksibel, sesuai dengan kreativitas arsiteknya, Ir. Gustaf Abbas.
Ir. Gustaf Abbas dengan sengaja menghadirkan pendekatan berbeda dalam arsitektur Masjid Agung Sunda Kelapa, mengabaikan simbol-simbol Timur Tengah. Desain interior dan eksterior masjid ini mencerminkan kepraktisan tanpa meninggalkan keanggunan.
Terletak di atas lahan seluas 9.920 meter persegi, masjid ini menampilkan atap berbentuk datar dengan sisi melengkung, mirip perahu. Bentuk ini menjadi simbol pelabuhan Sunda Kelapa, tempat berdagang dan penyebaran Islam oleh pedagang muslim.
Arsitektur masjid mengikuti tren masa itu, menghadirkan konsep terbuka, elegan, modern, dan praktis. Struktur beton dominan pada pilar, gapura, dan atap menciptakan kesan kontemporer. Pintu-pintu lebar dan jendela-jendela terbuka memberikan kesejukan alami.
Gerbang utama dengan gapura indah menyambut pengunjung, dihiasi kaligrafi berwarna emas bertuliskan “Masjid Agung Sunda Kelapa”. Keindahan kaligrafi juga terpancar pada mihrab, dengan tulisan lafaz Allah dan Muhammad yang terukir di kedua sisi tempat imam memimpin shalat. Masjid ini terdiri dari tiga ruangan: ruang ibadah utama, aula Sakinah, dan serambi Jayakarta, mampu menampung hingga 4.430 jamaah.
Dominasi keramik berwarna coklat pada dinding dan lantai menciptakan suasana hangat di interior masjid. Plafon berwarna putih dipasangi chandelier yang mengingatkan pada lampu gantung di Masjid Ramlie Mustofa di Sunter, Jakarta, yang memiliki kemiripan dengan Taj Mahal.
Meskipun Masjid Agung Sunda Kelapa tidak seukuran Istiqlal, fasilitasnya tidak kalah lengkap, dan kegiatan yang ditawarkan sangat beragam. Itulah alasan mengapa masjid ini selalu ramai dengan pengunjung, terutama saat bulan Ramadan di mana kegiatan semakin meriah.
Fasilitas:
Kegiatan: